Smartwatch & Obrolan Siang Hari: Ketika Logika Bertemu Estetika

Smartwatch & Obrolan Siang Hari: Ketika Logika Bertemu Estetika

Smartwatch & Obrolan Siang Hari: Ketika Logika Bertemu Estetika
Jumat, 30 Mei 2025


Smartwatch & Obrolan Siang Hari: Ketika Logika Bertemu Estetika


Tadi siang, di tengah kesibukan di sela kerja (yang makin lama makin mirip lomba multitasking 😭), saya sempat ngobrol bareng salah satu rekan kerja saya—sebut saja namanya Wahyu. Obrolannya santai, tapi lama-lama jadi agak serius… tentang smartwatch.

Iya, cuma smartwatch. Tapi entah kenapa, bahasannya jadi kayak diskusi anggaran musyawarah desa.😅

Ternyata, kami sama-sama lagi ngincer Huawei Watch Fit 4 yang baru rilis. Dari situ, obrolan jadi ngalir—kami bahas soal desainnya yang ramping, layar AMOLED-nya yang manis tapi tetap fungsional, fitur kesehatannya, sampai GPS-nya yang katanya lumayan akurat (dan itu penting, karena kami memang cukup rutin lari bareng untuk menabung otot dan jaga kesehatan—apalagi setelah hasil MCU tahunan kemarin agak bikin kami sadar: usia boleh muda, tapi kolesterol nggak kenal usia 😔).

 


Saya pribadi condong ke smartwatch ini karena ukurannya pas di tangan, nggak segede gaban tapi juga nggak kayak mainan. Fitur-fitur seperti heart rate monitoring, SpO2, sampai sleep tracking-nya terasa masuk akal buat kebutuhan saya sehari-hari. Bukan cuma buat olahraga, tapi juga pengingat kalau saya harus mulai tidur lebih teratur dan nggak kebanyakan rebahan sambil scrolling marketplace.

Tapi di tengah obrolan yang mulai teknikal dan semi-filosofis itu, dua rekan kerja kami yang lain—perempuan—tiba-tiba nyeletuk sambil ngakak:


Ih, kalian tuh kalo milih barang meuni riweuh pisan sih, kita mah kalo lucu dan suka yaudah beli aja~”


Dan saya cuma bisa senyum... karena, ya, itu juga valid.


Antara “Lucu” dan “Logis”


Obrolan yang awalnya soal jam tangan ini malah jadi refleksi kecil & ingin saya tulis di blog ini, tentang bagaimana cara kita memutuskan sesuatu. Saya dan Wahyu cenderung banyak mikir—dari fitur, harga, sampai gimana nanti barang itu benar-benar bisa kita pakai, bukan cuma jadi pajangan. Mungkin karena latar belakang kita yang suka olahraga dan ngerasa perangkat kayak gini bisa bantu jaga konsistensi hidup sehat.


Sementara rekan kami yang lain? Simpel. Suka? Ambil. Lucu? Gaskeun.


Dan saya nggak bisa bilang cara mereka salah. Kadang, keputusan paling jujur ya datang dari hati. Lagipula, riset dari Harvard Business Review (2019) juga bilang, banyak keputusan konsumen justru diambil berdasarkan emosi lebih dari logika. Nah lho, jangan-jangan mereka lebih “ilmiah” daripada kami?


Logika, Estetika, atau FOMO?


Jujur, saya juga sempat terpengaruh FOMO waktu smartwatch ini mulai ramai dibahas para influencer. Tapi setelah saya pertimbangkan (dan diskusi panjang lebar tadi siang), saya sadar kalau saya nggak butuh fitur-fitur high-end kayak bisa nelpon dari jam tangan (toh masih bisa lari sambil bales WA, walau ngos-ngosan), terima notofikasi, speaker internal buat play musik, dll. 

Yang saya cari adalah perangkat yang benar-benar bisa saya manfaatkan—nggak overpriced, nggak overspec, dan jelas bukan cuma buat dipamerin di Instagram story lalu dilupakan minggu depan.

Dan mungkin itu juga yang bikin kami berdua sepemikiran: 

barang bagus itu bukan yang paling canggih, tapi yang paling cocok dan kepakai.


Jadi, Gimana Sebaiknya Kita Memutuskan Sesuatu?


Saya nggak bilang cara saya dan Wahyu paling benar. Sama sekali nggak. Karena setiap orang punya gayanya masing-masing. Ada yang riset berhari-hari, bikin spreadsheet, dan nonton review YouTube sebelum beli. Ada juga yang cukup satu detik: “Aku suka, aku beli.” Dan dua-duanya sah-sah aja.

Yang penting, keputusan itu nyambung dengan siapa kita, dan nyaman untuk dijalani.


Karena pada akhirnya, entah kamu memilih karena suka, karena logika, atau karena diskon 11.11 yang terlalu menggoda—semua sah-sah aja, asal kamu tahu kenapa kamu memilihnya.


Dan semoga smartwatch ini, siapa pun yang akhirnya beli, nggak cuma jadi penghias pergelangan... tapi juga bisa bantu kita tetap aktif, sehat, dan (sedikit) terlihat lebih keren di jam istirahat.😎


Kalau nggak? Ya minimal bisa buat nunjukin waktu pulang. 😄

kalau kamu merasa terbantu dengan artikel ini, yuk traktir penulis, agar lebih semangat sharing berbagai hal di blog ini ^_^
via link berikut ya :
Trakteer Saya
Kamu juga bisa request custom aplikasi dan otomasi data dengan memberikan rinci fitur apa yang kamu inginkan dengan mulai harga Rp. 50.000,- segera klik link ini ya :
Smartwatch & Obrolan Siang Hari: Ketika Logika Bertemu Estetika
4/ 5
Oleh

yuu.. kita budayakan berkomentar.. bersilaturahmi itu memperpanjang umur... ^_^