Tokopedia yang Mulai Kehilangan Marwahnya

Tokopedia yang Mulai Kehilangan Marwahnya

Tokopedia yang Mulai Kehilangan Marwahnya
Jumat, 30 Mei 2025



Tokopedia yang Mulai Kehilangan Marwahnya

Beberapa hari lalu, saya buka Tokopedia karena pagar depan rumah mulai berkarat. Niatnya cuma cari cat besi buat perbaikan kecil akhir pekan. Aktivitas biasa, tapi justru dari sana saya dapat momen yang tidak biasa—dan cukup menggugah pikiran.

Saya sudah lama jadi seller di Tokopedia. Produk saya nggak besar, hanya gantungan kunci dan pin peniti. Tapi dari barang-barang kecil itu, saya pelan-pelan membangun toko, mengenal pembeli, dan merasa punya rumah di platform ini.

Dan yang saya suka dari Tokopedia sejak awal adalah suasananya: fungsional, tenang, dan logis. Saya juga sempat membaca riset yang menyebut Tokopedia adalah e-commerce paling nyaman untuk pria. Rasanya cocok. Pembeli di sini cenderung tahu apa yang mereka cari. Mau cari baut, alat kerja, sampai barang-barang hobi—semuanya bisa ditemukan tanpa harus dibujuk dengan musik latar dan video gimmick. Efisien dan to the point.

Tapi sekarang, rasa itu mulai berubah.

 

Ketika Dua Dunia Dipaksa Bertemu

Sejak merger Tokopedia dan TikTok, suasana di platform ini makin condong ke arah sosial media. Muncul fitur video pendek, live shopping, dan notifikasi yang mengarahkan seller untuk membuka toko di TikTok Shop.

Saya juga kena dorongan itu. Di dashboard seller, notifikasi tentang TikTok Shop beberapa kali muncul, disertai ajakan untuk “mencapai pasar baru”. Tapi terus terang, saya tidak pernah benar-benar melakukannya.

Bukan karena anti, tapi karena tidak sreg.

TikTok Shop dengan segala kekuatan videonya memang efektif—untuk jenis produk tertentu. Tapi buat saya, jualan gantungan kunci dan pin peniti bukan soal viralitas. Pembelinya datang karena desain, fungsi, atau sekadar rasa suka. Dan saya sendiri tidak merasa nyaman harus bikin konten video untuk menjualnya. Bukan dunia saya.


Penemuan Kecil yang Menyentuh

Kembali ke pencarian cat besi tadi. Saat saya scroll-scroll di Tokopedia, saya tidak sengaja menemukan satu toko yang mengganti logonya menjadi simbol TikTok yang dicoret. Sebuah gerakan diam-diam yang cukup menyentak.

Saya sempat berhenti cukup lama.


Mungkin hanya satu toko, tapi pesan itu kuat. Ternyata bukan cuma saya yang merasa arah Tokopedia makin kabur. Seller lain juga merasa perlu menyampaikan bahwa ini bukan lagi tempat yang sepenuhnya nyaman. Bukan lagi ruang jualan seperti dulu.

 

Perubahan Itu Wajar, Tapi Arah Harus Dijaga

Saya percaya perubahan adalah bagian dari hidup. Dunia digital cepat sekali berubah. Apa yang berhasil hari ini belum tentu relevan minggu depan. Kita memang harus adaptif. Tapi di tengah perubahan, ada satu hal yang tetap penting: arah.

Tokopedia sedang berubah, dan itu wajar. Tapi perubahan yang terlalu mirip TikTok bisa membuat platform ini kehilangan jati dirinya. Seller dan pembeli yang selama ini setia karena merasa cocok, bisa merasa terpinggirkan jika suasana yang dibangun terlalu berbeda dari karakter awal.

Bagi saya, ini bukan soal menolak modernisasi. Tapi soal menjaga identitas. Sebab di tengah semua tren dan algoritma, rasa nyaman dan kepercayaan itu tetap tidak bisa digantikan dengan gimmick.

Kita memang tidak bisa menahan perubahan zaman. Tapi kita bisa memilih bagaimana bersikap terhadapnya—dengan tetap jujur pada siapa diri kita, dan pada cara kita berusaha.

kalau kamu merasa terbantu dengan artikel ini, yuk traktir penulis, agar lebih semangat sharing berbagai hal di blog ini ^_^
via link berikut ya :
Trakteer Saya
Kamu juga bisa request custom aplikasi dan otomasi data dengan memberikan rinci fitur apa yang kamu inginkan dengan mulai harga Rp. 50.000,- segera klik link ini ya :
Tokopedia yang Mulai Kehilangan Marwahnya
4/ 5
Oleh

yuu.. kita budayakan berkomentar.. bersilaturahmi itu memperpanjang umur... ^_^